“Assalamu’alaikum. Pustipanda, dengan Febri. Ada yang bisa dibantu?” Kalau anda pergi ke kantor Pustipanda, kalimat di atas tertempel di telepon PABX 1842 tempat Single Point of Contact (SPoC) Pustipanda berada. Kalimat ini sederhana tetapi sangat powerfull, dalam artian sebagai penghormatan pelayanan Pustipanda terhadap semua stakeholder di UIN Jakarta yang membutuhkan jasa layanan dari Pustipanda. Kedua kalimat tersebut bisa juga “sedikit” memadamkan ketidakpuasan terhadap layanan, yang tadinya mungkin mau complain sesuatu setelah mendengar kalimat tersebut, langsung “sedikit” reda. Staff yang melakukan kegiatan di atas disebut sebagai Service Desk (kalau di-Bahasa Indonesia-kan artinya “meja terdepan sebagai pelayanan”, istilah yang agak aneh). Service Desk berperan sebagai garda terdepan pelayanan, digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, meningkatkan komunikasi (karena staff di Service Desk adalah staff yang memang dididik untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa awam -tidak dalam bahasa teknis IT-), dan yang sangat penting Service Desk harus memiliki SPoC. Pertanyaannya, mengapa kita perlu Service Desk? Sebelum menjawab pertanyaan mengenai kebutuhan akan Service Desk, kita ambil contoh dunia perbankan. Bisnis di dunia perbankan adalah bisnis trust (kepercayaan). Mana ada orang yang akan melakukan transaksi di bank kalau tidak ada kepercayaan antara satu dengan yang lainnya. Pertanyaannya, untuk saat ini bank nasional mana yang tidak punya Service Desk? Ambil contoh Bank Mandiri, Service Desk nya ada di SPoC 1400 (gampang ya diingat). Dari data yang ada, sekitar 30 ribu pelanggan menghubungi Call Center setiap harinya, dan lebih dari 3 juta transaksi dilakukan melalui aplikasi Call Center. Dari data penelitian lainnya disebutkan bahwa hampir 80 persen pertanyaan dari konsumen adalah pertanyaan yang berulang, dan hanya 20 persen yang bersifat incident/problem. Sehingga sangat efektif sekali peranan Service Desk sebagai penyelesaian masalah service request (tentunya dengan bantuanknowledge management). Seandainya bank tidak memiliki SPoC, bisa dibayangkan bagaimana repotnya clientuntuk mengantri di bank hanya untuk menanyakan status kartu kredit. Kemudian di setiap bank harus ditambah petugas Service Desk, sehingga akan terjadi pemborosan anggaran gaji pegawai. Kembali lagi ke pertanyaan di atas, untuk kasus UIN Jakarta, apakah kita perlu Service Desk? Jawabannya, sangat perlu. Berapa kali misalnya kita telepon ke bagian tertentu yang tidak ada jawaban. Atau kalau ada jawaban, karena kita berfokus kepada orang yang akan dicari, tetapi kebetulan orangnnya tidak ada, maka akan menunda pelayanan yang akan kita berikan. Untuk itu, dalam rangka komitmen PUSTIPANDA untuk menerapkan prinsip IT Service Management (ITSM) dalam pengelolaan layanan IT di UIN Jakarta (Menuju ISO 20000), kami menerapkan semua service, baik itu service request sebagai service fulfilment (permintaan email, reset password, dan lain-lain), service incident dan atauservice problem. Semua HARUS melalui Single Point of Contact (SPoC) di nomor 1842. Kami mohon dukungannya agar layanan ini dapat lebih baik, efektif, dan efisien. Dan harapan ke depannya, layanan SPoC ini tidak hanya untuk pelayanan di Pustipanda, tetapi juga untuk pelayanan-pelayanan lain di lingkungan UIN Jakarta. |
News >